Pahami apa itu stunting, bagaimana ciri-cirinya, penyebab utama, dampaknya, dan langkah-langkah efektif untuk menangani masalah ini.
Stunting atau gagal tumbuh merupakan kondisi serius yang terjadi pada anak akibat kekurangan gizi kronis selama periode pertumbuhan utama mereka. Masalah ini masih menjadi momok menakutkan bagi Indonesia. Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) 2021 menunjukkan, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4%, jauh di atas ambang batas WHO sebesar 20%. Artinya, 1 dari 4 anak di Indonesia terancam mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik dan kognitif, yang berakibat fatal pada masa depan mereka. Untuk lebih memahami tentang stunting, mari kita telusuri ciri-ciri, penyebab, dampak, dan cara penanganannya secara lebih mendalam.
Apa Itu Stunting?
Stunting, atau gagal tumbuh, merujuk pada kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan yang menyebabkan tinggi badan mereka lebih pendek dari standar usia mereka. Kondisi ini biasanya dipicu oleh kekurangan gizi kronis yang berlangsung dalam jangka panjang, terutama selama 1000 hari pertama kehidupan anak (dari konsepsi hingga usia 2 tahun).
Ciri-Ciri Stunting
Ciri-ciri stunting pada anak tidak selalu terlihat jelas, dan bisa jadi baru disadari saat anak sudah memasuki usia balita. Berikut beberapa ciri-ciri stunting yang perlu diwaspadai, tidak hanya bertubuh pendek:
Pertumbuhan Fisik:
- Bertubuh pendek: Anak stunting umumnya memiliki tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan anak seusianya. Perbedaan tinggi badan ini dapat dilihat dengan membandingkan anak dengan kurva pertumbuhan di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) atau dengan anak lain yang seumuran.
- Pertumbuhan berat badan terhambat: Anak stunting mungkin mengalami kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan usianya. Hal ini dapat terlihat dari kurva pertumbuhan di buku KIA atau dengan menimbang anak secara rutin.
- Perawakan kurus: Anak stunting mungkin terlihat kurus dan kering, meskipun tidak selalu.
- Mikrocefali: Pada kasus yang parah, anak stunting mungkin mengalami mikrocefali, yaitu lingkar kepala yang lebih kecil dibandingkan anak seusianya.
Perkembangan Fisik dan Mental:
- Wajah Tampak Lebih Muda: Wajah anak mungkin tampak lebih muda dibandingkan anak seusianya.
- Pertumbuhan Gigi Terlambat: Anak mungkin mengalami keterlambatan pertumbuhan gigi, sehingga muncul gigi pada usia yang lebih tua dari biasanya.
- Rambut Rontok: Rambut anak dapat rontok dengan jumlah yang tidak biasa dan tampak lebih tipis.
- Kulit Kering dan Kusam: Kulit anak terlihat lebih kering dan kusam, kurang bercahaya.
- Mudah Lelah dan Lemas: Anak sering merasa lelah dan lemas bahkan untuk aktivitas ringan.
- Sering Sakit: Anak lebih sering terkena infeksi, terutama infeksi saluran pernapasan dan pencernaan.
- Keterlambatan Perkembangan: Ada keterlambatan dalam perkembangan motorik, bahasa, dan kognitif.
- Kurang Aktif dan Ceria: Anak terlihat kurang aktif dan kurang ceria dibandingkan dengan anak seusianya.
- Sulit Fokus dan Belajar: Anak mungkin mengalami kesulitan dalam fokus dan belajar di sekolah.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua anak yang memiliki ciri-ciri di atas mengalami stunting. Orang tua perlu membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas secara rutin untuk memantau tumbuh kembangnya. Dokter anak akan melakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran antropometri untuk mendiagnosis stunting.
Penyebab Terjadinya Stunting
Stunting, kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis, memiliki beberapa penyebab utama yang saling terkait. Berikut adalah beberapa penyebab stunting yang perlu dipahami:
1. Kurang Gizi
Ibu hamil dan menyusui membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin dan bayi. Kekurangan zat gizi penting seperti protein, zat besi, vitamin A, dan zinc dapat meningkatkan risiko stunting pada anak. Selain itu, balita membutuhkan asupan gizi yang seimbang untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental mereka. Kekurangan zat gizi penting pada masa balita dapat menyebabkan stunting yang permanen.
2. Infeksi Berulang
Infeksi kronis seperti diare, pneumonia, dan cacingan dapat menghambat penyerapan nutrisi dan memperparah stunting. Infeksi ini dapat menyebabkan peradangan dan merusak usus, sehingga tubuh sulit menyerap zat gizi penting.
Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi yang buruk dapat meningkatkan risiko infeksi. Anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk lebih rentan terkena diare dan infeksi lainnya.
3. Akses Kesehatan yang Terbatas
Kurangnya akses ke layanan kesehatan berkualitas dapat menghambat upaya pencegahan dan penanganan stunting. Ibu hamil dan menyusui perlu mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan imunisasi yang lengkap, serta balita perlu mendapatkan pemantauan tumbuh kembang secara rutin. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan anak juga dapat menyebabkan pola asuh yang tidak tepat dan meningkatkan risiko stunting.
4. Faktor Pola Asuh
Kurangnya pengetahuan dan praktik pemberian MPASI yang tepat dapat meningkatkan risiko stunting. Memberikan MPASI yang tidak bergizi atau tidak sesuai dengan usia anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Selain itu, pola asuh yang tidak ideal, seperti kurangnya stimulasi dan interaksi dengan anak, serta kurangnya perhatian terhadap kebersihan dan kesehatan anak, juga dapat meningkatkan risiko stunting.
5. Faktor Lingkungan
Keluarga miskin mungkin tidak memiliki akses yang cukup terhadap makanan bergizi, air bersih, dan sanitasi yang baik, yang dapat meningkatkan risiko stunting pada anak-anak mereka. Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan kekeringan juga dapat mengganggu akses ke makanan dan layanan kesehatan, sehingga semakin meningkatkan risiko stunting pada anak-anak.
Dampak Stunting
Dampak stunting tidak hanya terbatas pada masalah kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif dan sosial anak. Anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan gangguan kesehatan lainnya pada masa dewasa. Stunting juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan mental yang mempengaruhi kemampuan belajar dan berpotensi menurunkan produktivitas di kemudian hari.
Cara Penanganan Stunting
Penanganan stunting melibatkan berbagai langkah, antara lain:
1. Perbaikan Nutrisi
Memberikan makanan yang kaya protein, vitamin, dan mineral untuk mendukung pertumbuhan yang optimal.
2. Pemberian Suplemen
Seperti vitamin A, zat besi, zinc, dan yodium untuk mengatasi defisiensi nutrisi.
3. Perawatan Medis
Mengobati kondisi medis yang mendasari seperti infeksi kronis atau penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan.
4. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Meningkatkan sanitasi lingkungan dan edukasi tentang kebersihan pribadi untuk mengurangi risiko infeksi.
Pencegahan Stunting
Pencegahan stunting merupakan langkah yang lebih efektif daripada penanganan. Upaya pencegahan meliputi:
1. Nutrisi yang Cukup
Mulai dari sebelum kehamilan hingga masa pertumbuhan awal anak.
2. Pemberian ASI Eksklusif
Memberikan ASI secara eksklusif hingga usia 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan kekebalan tubuh anak.
3. Imunisasi
Menyediakan imunisasi lengkap untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit infeksi.
4. Perawatan Kesehatan Rutin
Memantau pertumbuhan dan perkembangan anak secara teratur melalui posyandu atau layanan kesehatan lainnya.
Stunting bukan hanya masalah kesehatan individu, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi masa depan bangsa. Dengan langkah-langkah preventif yang tepat dan kesadaran masyarakat yang meningkat, diharapkan angka stunting di Indonesia dapat dikurangi secara signifikan untuk menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.
Selain informasi di atas, kamu juga bisa dapatkan informasi menarik lainnya di OLX. Download juga aplikasi OLX di Google Play Store dan App Store segera!